Powered By Blogger
Rabu, 11 Juni 2008

Jumat, 06 Juni 2008 Munarman Bekerja untuk Siapa?  

0 komentar

disunting dari berpolitik.com

(berpolitik.com).: Kamis malam (5/6). Sas-sus itu sampai juga ke telinga Presiden SBY. Kontan saja SBY terkaget-kaget. Apa persisnya isi sas-sus itu sebenarnya?

Dari sebuah sumber yang dekat dengan kalangan intelejen, isinya memang menghebohkan: Munarman telah di-dor. Mendengar sas-sus itu, tak heran jika kemudian SBY pun segera memanggil Kapolri untuk mendapatkan klarifikasi. Soalnya, jika benar Munarman tewas ditembak, pemerintah malah bakal mendapat serangan bertubi-tubi. Yang lebih gawat, situasi politik bisa tambah liar.

Tapi, ketegangan segera mencair setelah terkonfirmasi, Munarman masih hidup. Ini terindikasi dari pernyataan Gus Dur yang menyebutkan Munarman disembunyikan oleh seorang jenderal. Informasi ini rupanya juga sudah dikantongi oleh pihak kepolisian yang dikabarkan telah menyisir tempat-tempat yang berasosiasi dengan beberapa jenderal tertentu.

Kalau Anda menebak jenderal itu adalah Wiranto atau jenderal-jenderal pendampingya, tebakan Anda keliru 100%. Pada titik inilah, insiden Monas tidaklah seperti yang selama ini diduga dan dianalisi oleh berbagai pihak. '
'
Jadi, ada apa sebenarnya dibalik insiden tersebut?

Dari sumber intelejen di kalangan intelejen menyebutkan, pengamat dan media tak sensitif dengan informasi yang bertebaran. Kunci misteri ini tersebar bak puzzle. Berdasarkan informasi itu, berpolitik pun dipandu oleh seumber itu, mulai merangkainya. Hasilnya adalah sebagai berikut.

Potongan Pertama: Mengincar Massa PDIP
Potongan pertama adalah informasi yang dilansir Sekjen PDIP Pramono Anung. Kata Anung, dia mendapatkan informasi bocoran dari Saleh Saaf, pensiunan jenderal polisi, 30 menit sebelum bentrokan. Menurut Saaf, akan ada upaya membentrokan PDIP dengan massa lain yang berada di seputar Monas. Mendengar informasi ini, Anung mengaku langsung menarik barisan PDIP dari seputaran bundaran HI.

Jika saja ketika barisan PDIP masih menyemut bukan tak mungkin bentrokan yang bakal terjadi tidak seperti sekarang. Berbeda dengan barisan NU yang lebih mengutamakan psy war ketimbang bentrok fisik secara nyata, massa PDIP lebih terbiasa melayani tantangan secara fisik. Kekerasan fisik bakal dibalas secara fisik. Jika itu menyebar ke berbagai penjuru tanah air, de-stabilasi politik bukan sekadar omong kosong.

Karena massa PDIP tak ada, barisan FPI (atau Laskar Islam?) hanya punya satu sasaran yang dipastikan tak bakal melawan. Akibatnya, sentimen negatif hanya menyasar ke FPI. Jika bentrokan itu terjadi dengan PDIP, publik pasti bakal dibingungkan karena yang terjadi adalah bentrokan fisik, bukan kekerasan fisik.

Potongan kedua: Riziq Menyerah Tanpa Perlawanan
Persoalannya, hanya dua jam setelah kekerasan fisik terjadi, Habib Rizieg yang diwawancarai sebuah stasiun televisi menyebutkan bahwa yang melakukan kekerasan fisik adalah laskar-laskar yang tak mempunyai garis komando dengan FPI. Tapi, ia membenarkan bahwa ada anggota FPI yang terlibat dalam laskar-laskar tersebut.

Argumentasi Rizieg ini diperkuat dengan pernyataan Munarwan, selaku Komandan Laskar Islam pada konferensi pers (2/6) di markas FPI. Dalam konferensi pers itu, Munarman menegaskan dirinyalah yang bertanggung jawab dan tidak rela jika anggotanya yang ditangkap.

Meski begitu, Habib Rizieg tak urang akhirnya ditangkap aparat kepolisian. Padahal, mulanya, Habib Rizieq diperkirakan bakal melakukan perlawanan bila dirinya atau anggotanya ditangkap aparat polisi. Pertanyaannya, mengapa Rizieq akhirnya menyerah dengan damai?

Sebuah sumber membisikan bahwa Rizieq memilih menyerah setelah diyakinkan bahwa dia tak bakal mendapat pertolongan dari pihak-pihak yang dianggap sebagai patronnya.

Ya, informasi yang mampir menyebutkan, Wiranto sama sekali lepas tangan terhadap aksi Rizieq kali ini. Mengapa Wiranto seperti melepas tangan? Padahal, sebagaimana diketahui, dari sejarahnya, FPI adalah organ Islam yang berada dalam binaannya.

Jawabannya muncul dari tempat lain. Akibat aksi kekerasan FPI, isu penolakan kenaikan BBM bersubsidi sontak menghilang dari media dan publik. Hal ini jelas merupakan pukulan telak bagi Wiranto dan Rizal Ramli yang selama ini berselancar dengan isu ini untuk menggerus SBY. Tak heran pertanyaan pun mencuat, siapa yang mendorong FPI?

Potongan ketiga: Munarwan Sebagai Faktor
Jika mengikuti pernyataan Rizieq atau pengacaranya di media, telunjuk pun diarahkan kepada Munarman. Mantan Direktur YLBHI ini diketahui menjadi anggota Hizbur Tahrir Indonesia. Menurut sebuah sumber, sejatinya, Munarman sudah sejak lama mengikuti pengajian-pengajian di ormas yang punya afiliasi dengan HT di Mesir itu. Bahkan pengajian-pengajian itu digelar kantor YLBHI, jl Dipenogoro, Jakarta.

Secara ideologi dan garis politik, HTI dan FPI sebenarnya berseberangan. HTI secara jelas-jelasnya ingin mendirikan sistem kekhalifahan. Sebaliknya FPI masih menginginkan NKRI dalam versi 'Piagam Jakarta'. Jadi, secara politik, keduanya sulit dibayangkan untuk bekerja sama.

Namun, berkahnya, kali ada isu soal pembubaran Ahmadiyah. Sepertinya ada insinuasi yang kuat ke FPI bahwa AKKBB dibiayai dan atau ditunggangi AKKBB. Selain faktor Ahmadiyah, FPI makin "terbakar" ikut serta karena disebutkan AKKBB juga diperkuat barisan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang tak lain adalah musuh bebuyutan FPI sejak bertahun-tahun silam.

Keterlibatan FPI dianggap krusial. Soalnya, HTI tidak mempunyai barisan massa yang terlatih sebagai milisi. Dan, disinilah kekuatan utamanya FPI. Tampilnya sosok Munarman mampu memikat FPI. Sebab, Munarman tak ubahnya 'orang yang bertobat". Ini terkait dengan pencitraan Munarman selama ini sebagai aktivis YLBHI. Sebagaimana diketahui, YLBHI sudah kadung dicap "tidak ramah" terhadap gerakan Islam. Jadi, sangat pas sebagai "instrumen" propaganda.

Di kalangan intelejen, keberadaan HTI selalu dikaitkan dengan ZA Maulani. Belakangan, posisi Maulani diambil alih oleh Muchdi PR sebagai representasi Prabowo Subianto. Jika ini benar, jadi logislah informasi Gus Dur yang menyebutkan Munarman dilindungi oleh seorang jenderal.

Dugaan itu semakin kuat lantaran, malam ini (5/6), Munarman ditengarai berada di Sentul. Kalangan intelejen meyakini, Sentul yang dimaksud merujuk pada pusat pendidikan intelejen milik BIN. Lokasi pendidikan ini menjadi tempat pendidikan sementara menunggu penyelesaian pusat pendidikan yang berada di Batam yang hingga kini masih terbelengkalai pembangunannya.

Menyimak rentetan potongan itu, ada yang menyimpulkan, aksi kekerasan di Monas merupakan upaya de-stablisasi untuk menekan pemerintah agar tidak melakukan tindakan tertentu. Gerangan apakah itu?

Potongan ke empat: Kasus Munir Mulai Temukan Titik Terang
Berita di Detik secara samar-samar menjelaskan. Sebagaimana diberitakan, polisi kembali memeriksa Pollycarpus dan Indra Setiawan (mantan dirut Garuda). Ini terkait surat yang ada di komputer. Belum jelas surat apa dimaksud oleh pihak kepolisian.

Tapi, sepertinya, surat itu bakal menjadi bukti yang memberatkan bagi Muchdi terkait terbunuhnya aktivis HAM, Munir tahun 2004 silam. Ada bocoran, jika benar begitu, besar kemungkinan Muchdi PR bakal ditangkap aparat kepolisian. Jika Muchdi tertangkap, kabakin ketika itu, AM Hendropriyono bukan tak mungkin bakal ditangkap pula.

Yang menarik, beberapa bulan silam, Suara Pembaruan pernah melansir penangkapan Muchdi. Namun, ketika itu, pengacara Muchdi PR, Mahendradatta, pernah bilang, jika benar Muchdi ditangkap, mabes polri pasti sudah dikepung Koppasus.

Sepertinya, kali ini, SBY sudah mendapat kepastian kesetiaan Koppasus untuk tidak bertindak sendiri. Karena itu, ada dugaan, Muchdi bakal ditangkap sekitar pertengahan Juni ini.

Hanya saja, rencana penangkapan itu telah bocor. Dan, insiden Monas pun meletus.

Soalnya kemudian, Anda boleh tida percaya dengan rangkaian potongan cerita di atas. Siapa tahu, masih ada potongan lain yang belum ditemukan. Sebagaimana sebelumnya, kita sempat menerima argumentasi bahwa Insiden Monas adalah cara pemerintah mengalihkan isu BBM.

Nah, gerangan potongan kisah apa yang belum "terungkap". Jangan-jangan, kesimpulanya bisa berbeda lagi. Jangan-jangan, loh.

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories