Powered By Blogger
Jumat, 13 Juni 2008

Mencetak Gol Tak Selalu Menyenangkan!!!!!!!!  

0 komentar

disunting dari www.tribun-timur.com
Laporan: Andi Syahrir, tribuntimurcom@yahoo.com
TRADISI selebrasi baru lahir di Euro 2008. Gaya rangkul-cium sesama pemain setelah mencetak gol sudah jamak dilakukan.
Selebrasi "menggendong bayi" ala Bebeto pada Piala Dunia 1994 telah sudah lazim dipertontonkan. Yang ini gaya baru: muram, tanpa senyum di wajah, menundukkan wajah.

Itulah yang dilakukan Lukas Podolski, penyerang Jerman, setelah mencetak dua gol ke gawang Polandia pada partai perdana Grup B, Minggu lalu.

Begitu pula gaya Hakan Yakin, penyerang Swiss, saat merayakan golnya ke gawang Turki, Rabu lalu. Rekan-rekan mereka menghambur ke arah keduanya, tapi Podolski dan Yakin tak bergairah menyambut selebrasi itu.

Perang batin. Begitu pangkalnya. Podolski keturunan Polandia dan lahir di Gliwice, Polandia, pada 4 Juni 1985. Saat usianya dua tahun, keluarganya berimigrasi ke Jerman. Adapun Yakin, meski tak lahir di Turki, tubuhnya dipenuhi darah Turki.

Bersama kakaknya, Murat Yakin--yang sudah pensiun sebagai pemain sepak bola--Hakan Yakin membela tim nasional Swiss, negeri kelahirannya.

"Keluarga besar saya di Polandia. Saya memiliki kedekatan emosional dengan Polandia," kata Podolski seperti dilansir tempointeraktif, Senin (16/6).

Penyerang dari klub Bayern Muenchen ini bahkan masih memegang paspor Polandia. Pada musim liburan, dia berkunjung ke rumah neneknya di Gliwice.

Pada Piala Dunia 2006, Podolski juga mencetak satu gol kemenangan Jerman atas Polandia. Ketika itu Poldi --panggilannya-- juga tak merayakannya secara berlebihan. Dia tak mau menyakiti hati rakyat Polandia, juga ayah-ibu dan kakek-neneknya.

Bagi pihak yang kalah, gol tetap menyakitkan. Apa pun cara Podolski merayakannya, golnya tetap membuat Polandia kalah.

Politikus sayap kanan Polandia, Miroslaw Orzechowski, meminta pemerintah menarik paspor Polandia milik Podolski.

"Bila seseorang mengenakan seragam negara lain, berarti dia punya keinginan meninggalkan kewarganegaraannya yang lain," kata Orzechowski. "Saya akan menuntut ke pengadilan bila pemerintah tak menghapus kewarganegaraan Polandia anak itu (Podolski),"

Hakan Yakin, 31 tahun, lahir di Basel, Swiss. Dia juga memegang paspor Swiss karena keturunan. Rekan tandemnya, Eren Derdiyok, juga punya kewarganegaraan ganda: Swiss dan Turki. Beruntung bagi Yakin, politikus atau pemerintah Turki tak mengeluarkan kecaman kepadanya saat dia harus memusuhi negeri itu.

Yakin mencetak gol ke gawang Turki tanpa meluapkan kegembiraan. Ketika gagal menambah gol saat mendapat peluang emas, Yakin juga tak menunjukkan kekecewaan yang berlebihan. Tapi golnya tak mampu menyelamatkan Swiss dari kekalahan 1-2.

"Itu normal bila keluarga Anda, ibu Anda, dan teman-teman dekat Anda tinggal di Turki," kata Yakin. "Di dalam kepala, saya merayakan selebrasi bersama Swiss, tapi saya tak mau menunjukkannya. Itu cukup adil untuk menghormati Turki, negara yang menjadi bagian dari diri saya."

Niko Kovac, 36 tahun, kapten dan gelandang Kroasia, lahir di Berlin, Jerman. Begitu pula adiknya, stopper Robert Kovac, 34 tahun. Kamis lalu keduanya menjadi bagian dari tim Kroasia yang mempecundangi Jerman 2-1. Meski tak mencetak gol, Niko Kovac mengaku sebagian hatinya ada yang hilang.

"Tentu saja saya gembira dengan kemenangan itu," kata pemain dari klub Salzburg, Austria, itu. "Tapi sebagai orang yang lahir di Berlin, saya berharap Jerman tetap melaju ke babak berikutnya."

Berbeda dengan Yakin atau Podolski, Kovac bersaudara larut dalam selebrasi saat rekan-rekannya mencetak gol ke gawang Jerman.

Maklum, keduanya cuma numpang lahir di Jerman. Kedua orang tua mereka keturunan Kroasia. Itu tidak seperti Yakin atau Podolski, yang murni berdarah Turki dan Polandia.(*)

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories